Cindua Mato dan Bencana SumBar
loading...
loading...
Masih ingat dengan serentetan bencana yang terjadi di
Sumatra Barat beberapa waktu yang lalu, mulai dari terbakarnya Istana
Pagaruyung hingga gempa bumi?
Lalu, apa itu Cindua Mato? Cindua Mato adalah salah
satu kaba klasik Minangkabau. Kaba adalah karya sastra Minangkabau
berbentuk prosa yang mengandung nilai moral.
Jadi, saat libur panjang yang lalu, di rumah aku
membaca sebuah artikel yang ditulis oleh Bapak A. Chalil, Guru SMK 2
Kosgoro Payakumbuh dalam majalah sekolah adikku. Di artikel itu
disebutkan bahwa antara cerita Cindua Mato dengan peristiwa tahun 2007
di Ranah Minang ternyata mirip satu sama lain. Miripnya di mana?
Sejujurnya aku juga belum pernah membaca kaba Cindua Mato :) Dalam artikel itu, disebutkan kisah Cindua Mato seperti ini.
Rajo Imbang Jayo menyerang Pagaruyung karena kehendaknya tidak dipenuhi. Dalam pertempuran dahsyat itu Rajo Imbang Jayo mengeluarkan senjata andalannya, Camin Taruih. Senjata ini dapat mengeluarkan sambaran petir dan kilat sehingga menyebabkan kebakaran. Istana Pagaruyung yang anggun dilalap api. Bundo Kanduang dan putranya Dang Tuanku bersama segenap penghuni istana lari menyelamatkan diri. Karena takut dan putus asa, akhirnya bundo Kanduang membawa Dang Tuanku, Puti Bungsu, dan yang lainnya menaiki bahtera, terbang ke langit, raib entah ke mana. Sampai sekarang tidak kembali.Cindua Mato ditinggalkan berjuang sendiri membela Pagaruyung yang telah hangus. Dalam pertempuran hebat itu, Cindua Mato bertemu muka dengan Rajo Imbang Jayo. Perang tanding terjadi dan Rajo Imbang Jayo tewas.Tiang Bungkuak mendapat berita putranya Rajo Imbang Jayo yang disayangi dan dimanjakannya tewas di tangan Cindua Mato. Marahnya tidak kepalang tanggung. Segenap istana ketakutan karena kesaktian Tiang Bungkuak yang kejam tidak diragukan lagi. Konon hentakan kakinya dapat membuat bumi berguncang. Kulitnya tidak termakan oleh senjata apapun. Ia menyerang Pagaruyung. Cindua Mato tertawan dan dijadikannya budak di istananya.
Dapat poinnya?
Februari 2007 Istana Pagaruyung terbakar karena
puncak gonjongnya disambar petir lalu mengeluarkan api dan membakar
habis istana. Mirip kejadian pertempuran dengan Rajo Imbang Jayo. Dan
konon kabarnya sebelum kebakaran, penjaga istana beberapa kali bermimpi
puncak istana disambar petir lalu terbakar. Lebih kurang setengah bulan
setelah kebakaran itu, Ranah Minang dilanda gempa. Mirip kejadian
pertempuran dengan Tiang Bungkuak.
Hmm… Aku baru tau hal ini. Bisa mirip seperti itu.
Apakah mungkin cerita itu sebuah ramalan? Ntah. Toh kemiripan kejadian bisa saja terjadi kapan pun dan di mana pun.
Mungkin lebih banyak pendapat yang menyatakan bahwa
Cindua Mato hanyalah cerita dongeng atau legenda. Namun sebaiknya tidak
hanya dianggap seperti itu. Hal itu menjadi bukti bahwa Minangkabau
menyimpan cerita yang tak kalah mutunya, yang perlu dilestarikan dan
dibanggakan sebagai budaya bangsa.
Ya, orang Minang sendiri tampaknya mulai melupakan
salah satu karya seninya yakni karya sastra Minangkabau. Padahal cerita
rakyat Minangkabau sendiri sarat akan nilai-nilai moral, karena cerita
itu sendiri berlatar belakang budaya Minangkabau yang luhur. Majalah,
novel, komik, dan bacaan lainnya lebih mendominasi.
loading...
Post a Comment