Header Ads

Naskah-naskah Islam Minangkabau: Sangat Banyak Tapi Diabaikan

loading...
loading...


Oleh: Pramono

poto naskaPramono
Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Minangkabau

Naskah-naskah Islam Karya Ulama Minangkabau yang tersimpan di salah satu surau di Suma
Foto: Dok Pramono
Tulisan ini terinspirasi dari kegiatan Semiloka Manuskrip Ulama Nusantara se-Asia Tenggara yang dilaksanakan oleh Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI pada 12-14 Oktober 2016 di Hotel Aryaduta, Jakarta. Semiloka yang bertemakan “Memperkuat Peradaban Melalui Manuskrip Karya Ulama Nusantara” ini dimaksudkan untuk merumuskan format pelestarian dan pengembangan naskah-naskah karya ulama di Asia Tenggara (baca juga:Nusantara).

Dalam sambutannya, Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI) mengatakan bahwa karya-karya ulama Nusantara yang monumental seperti karya Hamzah Fansuri (abad 16), Nuruddin A-Raniry (abad 17), Abdurrauf al-Sinkili (abad 17) dan Nawawy al-Bantani dan sederet ulama-ulama lainnya berisi pesan dan nilai yang terus relevan hingga kini. Gagasan yang terkandung di dalam karya-karya ulama tersebut dapat dikembangkan sebagai penguat tatanan kehidupan umat hari ini dan masa mendatang; terutama penguatan kehidupan umat dalam menghargai perbedaan faham dan menangkal paham radikal.

Karya-karya ulama Nusantara dalam bentuk naskah jumlahnya sangat signifikan. Setidaknya sudah puluhan ribu naskah Islam karya ulama Nusantara yang sudah didaftarkan dalam katalog-katalog naskah. Namun demikian, dalam jumlah yang jauh lebih besar naskah Islam yang disebar di berbagai wilayah Asia Tenggara sebagai milik pribadi dan lembaga belum disusun daftar dan katalognya. Kondisi ini menyebabkan banyak naskah yang tidak diketahui keberadaannya oleh para peneliti. Jangankan yang belum terdaftar, yang sudah terkatalogkan saja masih sebagian kecil yang dikaji.

Salah satu khazanah karya ulama yang masih minim dikaji adalah karya ulama-ulama Minangkabau, terutama karya-karya yang masih berupa naskah. Naskah-naskah ini masih banyak yang tersebar di berbagai surau di Sumatra Barat; jumlahnya mencapai ratusan. Hanya sebagian kecil saja yang tersimpan di perpustakaan dan lembaga resmi lainnya. Sebagai sebuah wilayah yang memiliki dinamika wacana Islam yang cukup dinamis—terutama pada akhir abad 19 hingga awal abad 20—Minangkabau telah melahirkan ulama-ulama yang aktif menulis.

Ulama-ulama Minangkabau yang mengambil peran dalam dinamika keislaman tidak hanya menulis dalam bahasa Melayu (Jawi), namun juga banyak di antaranya juga menulis dengan menggunakan bahasa Arab. Sebagian besar dari karya tersebut sudah didigitalkan oleh beberapa kalangan, seperti para peneliti naskah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Imam Bonjol, dan Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Malah, hasil didigitalisasi naskah yang dilakukan oleh lembaga yang terakhir ini sudah dapat diakses secara daring.

Sayangnya, ratusan naskah karya ulama Minangkabau ini minim yang sudah diteliti. Bahkan, jumlahnya hanya belasan di antara ratusan naskah yang ada: kaya bahan, miskin peneliti. Minimnya minat pengkaji naskah-naskah tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, masih ada anggapan di kalangan sarjana (termasuk sarjana bidang keagamaan) bahwa naskah bukanlah sumber sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya. Kedua, kemampuan membaca Jawi dan Arab menjadi alasan utama untuk tidak memilih naskah sebagai bahan utama penelitian. 

Padahal, di dalam naskah-naskah karya ulama Minangkabau itu terekam dinamika keislaman Minangkabau masa lampau. Melalui naskah ini pula dapat dijelaskan tradisi intelektual di kalangan ulama Minangkabau. Selain itu, secara kontekstual dapat dijelaskan bagaiamana model pendidikan surau telah melahirkan banyak ulama yang memiliki kemampuan keagamaan yang luar biasa. Jika tidak ada usaha yang signifikan untuk mengupayakan agar naskah-naskah tersebut, maka pemikiran dan gagasan ulama-ulama Minangkabau yang terekam di dalamnya tidak dapat diungkap untuk dapat dimanfaatkan sebagai penguatan kehidupan umat hari ini.(*)   


Pramono, Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Minangkabau FIB Universitas Andalas
Sumber : OKB
loading...

No comments