Lubuak Bulan, Surga Indah dari Payakumbuh
loading...
loading...
Pagi itu embun tak berhenti menyelimuti
kota kecil ku, Payakumbuh. Seruputan kopi hangat tak kunjung mengusir
rasa dingin. Di benak ku terbayang indahnya Air Terjun Lubuak Bulan yang
ku lihat di salah satu media beberapa hari sebelumnya.
Sebenarnya
ku tlah berjanji dengan seorang teman untuk menyusup ke dalam hutan
rimba lagi minggu ini. Namun, rencana tinggal rencana, sang rekan dapat
panggilan kerja. Tapi hal itu tak sedikitpun menyurutkan niatku tuk
menyibak belukar demi melihat langsung indahnya Air Terjun yang penuh
misteri.
Jam tangan ku menunjukkan
waktu 08.30 WIB, ku coba menghubungi salah satu abang yang memang suka
berpetualang berharap ia mau menemani perjalananku kali ini. Tak butuh
banyak kata tuk memastikan keberangkatan kami, karna kata Bang Onk
Sasuai kalau memang mau ke lokasi itu sebaiknya kita berangkat pagi ini
juga.
Berbekal sedikit keterangan
dari media kami berangkat dari Payakumbuh jam 09.00 WIB. Dorongan tekad
kuat serta lensa pinjaman dari Bang Dy Andre ku putar pegas motor
mengejar waktu. Jam 09.45 kami memasuki daerah simpang kapuak, menurut
keterangan warga sekitar kami masih harus meneruskan perjalanan sekitar 1
jam lagi sebelum bisa menikmati segarnya air terjun itu.
Baru
setengah jam perjalanan kami dihadapkan pada medan yang tak lazim
ditempuh dengan motor matic yang ku bawa. sebuah pendakian terjal
panjang tanpa aspal menanti kami. Belum 500 meter mendaki, ku menyerah.
Kendali motor ku serahkan pada Bang Onk yang memang berpengalaman
menempuh berbagai arena ekstrim, sementara ku lebih memilih berjalan
kaki. Tidak mudah memang, karna pendakian ini seperti tak ber-ujung.
Setelah
20menit ku ayunkan kaki menapak jalan tanah yang keras serta licin,
baru ku bisa bernapas lega melihat jalan yang cenderung datar. Namun
saat ku menoleh ke belakang tak ayal ku terkejut melihat kami berderi
sejajar dengan Gunung Bungsu, cukup terjal pendakian yang barusan kami
taklukkan mengingat jalurnya tak lebih dari 1KM.
Bang
Ong menyarankan kami tuk beristirahat melihat peluhku yang tlah
membasahi tubuhku. seteguk – dua teguk air cukup menyegarkan disini,
mengembalikan kesadaranku betapa indahnya tempat kami beristirahat. Tak
perlu komando ataupun peringatan, langsung ku keluarkan kamera yang
sejak awal ku sandang. Bergantian kami mengabadikan indahnya alam Luak
Nan Bungsu dari atas sini.
15 menit
berhenti tlah mengembalikan tenaga ku dan Bang Ong mengembalikan tuas
kendali motor. Tak kurang 30 menit kami berjuang keras menaklukkan medan
yang selayaknya ditempuh dengan motor trail ini, Bang Ong berkali –
kali dipaksa turun dari boncengan melihat jalur yang harus ku tempuh.
Smakin ke dalam, jalur yang kami tempuh smakin memacu adrenalin. Jalan
smakin sempit, tanah yang smakin licin dan sulitnya mencari jalan yang
datar tak sedikitpun memupuskan bayangan akan air terjun lubuak bulan di
mata ku.
Di
belakang kami tampak beberapa sepeda motor melaju searah, kami tidak
sendirian. Punya teman seperjalanan merupakan kebahagiaan lain saat
berpetualang, saling bahu – membahu dan berbagi semangat sangat membantu
penaklukan jalur ekstrim ini. Tidak sekali dua kali kami mengangkat
motor rekan seperjalanan yang hampir roboh, mendorongnya melewati
tanjakan, dan saling menunjukkan jalur teraman yang dapat ditempuh.
Saat
memasuki hutan yang smakin rapat, kami sempat tersesat dan malah
memasuki lahan kebun gambir. Untung saja masyarakat yang sedang memanen
pohon uang itu tahu kami tersesat dan segera meneriaki kami. Ternyata
kami melewati persimpangan menuju lokasi, maklum saja air terjun ini
masih baru dikenalkan dan belum ada satupun penunjuk jalan.
Tiba
saatnya kami harus meninggalkan motor dan melanjutkan perjalanan dengan
berjalan kaki menempuh turunan yang curam diiringi suara gemuruh air.
Kami sudah dekat namun tak bisa bergesa karna jalan yang kami tempuh
bukan turunan biasa, akar yang melintang dan tanah gembur membuat ku
harus berhati – hati.
Luar biasa,
sampai ku tak sanggup menggambarkan bagaimana indahnya air terjun ini.
Air yang amat deras mengucur dari atap goa alami menuju dasar kolam.
Ajaib, cuma disini kita tak bisa melihat kemana air kolam itu mengalir
sehingga warga menamainya “Air Hilang”. Dari dalam goa ku melihat air
terjun ini bagai selendang bidadari yang menjuntai dari langit
berlatarkan hutan perawan dan secercah cahaya matahari.
Bersama
Bang Ong, aku mencari tempat yang tepat untuk merekam keindahan “surga
dunia” ini. Mulai dari atas bebatuan besar sekitar air terjun hingga
dari dalam goa agar kelak kita semua tahu bahwa di sekitar kita ada
bongkahan surga yang jatuh ke bumi.
Satu
jam lebih kami berkeliling mengabadikan keajaiban ini, perjalanan yang
cukup menguras energi ini membunyikan gemuruh dari dalam tubuh. Kami
lapar. Saat membasuh tangan, kami dikagetkan oleh suara – suara
teriakan yang kami kenali. Serentak aku dan Bang Ong menoleh ke arah
jalan masuk goa, kaget bukan kepalang saat melihat rekan – rekan
Payakumbuh Sepeda Nanjak (PSN) muncul di sini. Padahal dalam perjalanan
tadi aku dan Bang Ong baru berencana mengajak mereka menjamah hutan ini.
Makan
siang kami pun tertunda, kami disibukkan oleh permintaan teman – teman
mengabadikan saat – saat mereka di Air Terjun ini. Diawali dengan photo
perorangan dan ditutup dengan photo bersama ditemani canda tawa khas
pecinta tanjakan, kami sempat lupa akan lapar.
Puas berphoto, kami menyegerakan makan siang. Bekal nasi bungkus dan air mineral pun tlah berpindah ke dalam saluran pencernaan. Sungguh, inilah tempat makan siang paling mewah yang pernah ku temui. Makan di dalam goa sembari menikmati pemandangan hutan saja sudah biasa, disini kita bahkan ditemani gemuruh air terjun yang lenyap seperti ditelan bumi.
Waktu
seakan tak berdosa mengalir dengan begitu cepat disini, tak terasa jam
tangan ku tlah menunjukkan jam 14.30WIB, saatnya untuk pulang. Karna
kami harus melewati jalan yang sama saat menuju ke sini dan kami harus
bergegas jika tak mau ditelan gelapnya hutan perawan saat malam datang.
Menuju
tempat kami meninggalkan motor cukup menguras tenaga, tidak jarang
tangan ku berpegangan pada akar dan pohon untuk menahan tubuh yang lelah
ini. Dan kadang ke-ibaan hati tuk meninggalkan air terjun ini smakin
melemahkan pijakan ku.
Beberapa saat
setelah meninggalkan mulut goa kami berpapasan jalan dengan serombongan
besar pecinta traveling dari Kota Padang, ada rasa haru yang besar
mengetahui bahwa sepotong surga yang jatuh di bumi Luak Nan Bungsu ini
dikenal hingga ke luar kota. Ada keceriaan di wajah mereka saat
menikmati keperawanan hutan dan udara segar disini.
Bukan
hal yang mudah untuk pulang karna pendakian yang terjal tadi harus kami
bayar dengan penurunan panjang yang sangat curam. Tiga kali kami
berhenti karna takut rem motor kepanasan yang dapat membahayakan
perjalanan serta mengabadikan jalur perjalanan yang terlewatkan saat
berangkat tadi. Selama perjalanan pulang kendali ku serahkan pada Bang
Ong karna tak dapat ku pungkiri tubuh ini amat sangat lelah.
40menit
perjalanan dan kami baru saja menuntaskan penurunan terjal terakhir dan
mulai memasuki perkampungan. Dari sini kendali motor ku ambil alih
karna Bang Ong pun sudah pasti sangat lelah menjajal jalur ekstrim tadi.
Saatnya melaju dengan nyaman, karna mulai dari sini jalanan yang kami
tempuh telah diaspal.
30KM
perjalanan kami isi dengan perencanaan membawa rekan – rekan pecinta
traveling ekstrim lainnya ke Air Terjun Lubuak Bulan. Pastinya tidak
mudah, jarak yang jauh dari pusat kota dan jalur yang penuh rintangan
akan menjadi bumbu peningkat selera para petualang sejati.
Besar
harapan kami membawa kepingan kenangan akan indahnya Lubuak Bulan ke
alam luar, rasa itu sama besarnya dengan takut akan pencemaran lokasi –
lokasi wisata alami di negeri kami.
sumber : AET
loading...
Post a Comment