Antara Tahlinan dan tidak Tahlilan (bagaimana menurut anda ?), Perlu disimak agar Islam jangan dikotak-kotakkan
loading...
loading...
Kita Simak Perdebatan antara dua Orang yang berlainan paham keislamannya, antara yang mengharamkan talilan dan yang pakai tahlinan, bagaimana menurut anda ?,
MUSLIM I: “Anda harus meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke
40, 100, dan ke 1000. Kalau tidak anda akan masuk neraka.”
MUSLIM II: “Apa alasan Anda mewajibkan kami meninggalkan Tahlilan tujuh hari,
hari ke-40, 100 dan 1000?”
MUSLIM I: “Karena itu tasyabbuh dengan orang-orang Hindu. Mereka orang kafir.
Tasyabbuh dengan kafir berarti kafir pula.”
MUSLIM II: “Owh, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba Anda belajar di
pesantren Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Anda tidak akan bertindak sekasar ini. Anda
pasti malu dengan tindakan Anda yang kasar, dan sangat tidak Islami. Ingat,
Islam itu mengedepankan akhlaqul karimah, budi pekerti yang mulia. Bukan sikap
kasar seperti Anda.”
MUSLIM I: “Kalau begitu, menurut Anda acara Tahlilan dalam hari-hari tersebut
bagaimana?”
MUSLIM II: “Justru acara dzikir Tahlilan pada hari-hari tersebut hukumnya
sunnah, agar kita berbeda dengan Hindu.”
MUSLIM I: “Mana dalilnya? Bukankah pada hari-hari tersebut, orang-orang Hindu
melakukan kesyirikan.”
MUSLIM II: “Justru karena pada hari-hari tersebut, orang Hindu melakukan
kesyirikan dan kemaksiatan, kita lawan mereka dengan melakukan kebajikan,
dzikir bersama kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan Tahlilan. Dalam
kitab-kitab hadits diterangkan:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي
الله عنه قَالَ قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم:ذَاكِرُ اللهِ
فِي الْغَافِلِيْنَ بِمَنْزِلَةِ الصَّابِرِ فِي الْفَارِّيْنَ. (رواه
الطبراني في الكبير والأوسط،
وصححه الحافظ السيوطي في
الجامع الصغير).
“Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Orang yang berdzikir kepada Allah di antara kaum yang
lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang
melarikan diri dari medan peperangan.” (HR. al-Thabarani dalam al-Mu’jam
al-Kabir [9797] dan al-Mu’jam al-Ausath [271]. Al-Hafizh al-Suyuthi menilai
hadits tersebut shahih dalam al-Jami’ al-Shaghir [4310]).
Dalam acara tahlilan selama tujuh hari kematian, kaum Muslimin berdzikir kepada
Allah, ketika pada hari-hari tersebut orang Hindu melakukan sekian banyak
kemungkaran. Betapa indah dan mulianya tradisi tahlilan itu.
MUSLIM I: “Saya tidak menerima alasan dan dalil Anda. Bagaimanapun dengan
Tahlilan pada 7 hari kematian, hari ke-40, 100 dan 1000, kalian berarti
menyerupai atau tasyabbuh dengan Hindu, dan itu tidak boleh.”
MUSLIM II: “Itu karena Anda tidak mengerti maksud tasyabbuh. Tasyabbuh
itu bisa terjadi, apabila perbuatan yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada
hari-hari tersebut persis dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu. Kaum
Muslimin Tahlilan. Orang Hindu jelas tidak Tahlilan. Ini kan beda.”
MUSLIM I: “Tapi penentuan waktunya kan sama?”
MUSLIM II: “Ya ini, karena Anda baru belajar ilmu agama. Kesimpulan hukum
seperti Anda, yang mudah mengkafirkan orang karena kesamaan soal waktu, bisa
berakibat mengkafirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
MUSLIM I: “Kok bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam?”
MUSLIM II: “Anda harus tahu, bahwa kesamaan waktu itu tidak menjadi masalah,
selama perbuatannya beda. Coba Anda perhatikan hadits ini:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ يَوْمَ السَّبْتِ
وَيَوْمَ اْلأَحَدِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ
اْلأَيَّامِ وَيَقُولُ إِنَّهُمَا عِيدَا الْمُشْرِكِينَ فَأَنَا
أُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمْ. (رواه
أحمد والنسائي وصححه ابن خزيمة
وابن حبان).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari
yang lain. Beliau bersabda: “Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik,
aku senang menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad [26750], al-Nasa’i juz 2 hlm
146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Dalam hadits di atas jelas sekali, karena pada hari Sabtu dan Ahad, kaum
Musyrik menjadikannya hari raya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
menyelisihi mereka dengan berpuasa. Sama dengan kaum Muslimin Indonesia. Karena
orang Hindu mengisi hari-hari yang Anda sebutkan dengan kesyirikan dan
kemaksiatan, yang merupakan penghinaan kepada si mati, maka kaum Muslimin
mengisinya dengan dzikir Tahlilan, sebagai penghormatan kepada si mati.
MUSLIM I: “Owh, iya ya.”
MUSLIM II: “Saya ingin tanya, Anda tahu dari mana bahwa hari-hari tersebut, asalnya
dari Hindu?”
MUSLIM I: “Ya, baca Kitab Weda, kitab sucinya Hindu.”
MUSLIM II: “Alhamdulillah, kami kaum Muslim II tidak pernah baca kitab Weda.”
MUSLIM I: “Awal mulanya sih, ada muallaf asal Hindu, yang menjelaskan masalah
di atas, sering kami undang ceramah pengajian kami. Akhirnya kami lihat Weda.”
MUSLIM II: “Itu kesalahan Anda, orang Mmuallaf, dan gengsi belajar agama kepada para Kiai Pesantren yang
berilmu. Jelas, ini termasuk bid’ah tercela.”
MUSLIM I: “Terima kasih ilmunya.”
MUSLIM II: “Anda dan golongan Anda tidak melakukan Tahlilan, silahkan. Bagi
kami tidak ada persoalan. Tapi jangan coba-coba menyalahkan kami yang
mengadakan dzikir Tahlilan.”
loading...
Post a Comment